Lestarikan Budaya Jawa, Bupati Sugiri Sancoko Hadiri Jamasan Pusaka Tumpak Landep

Ponorogo,Kabarnow.com-, Tepat Sabtu Kliwon Wuku Landep, Paguyuban Pelestari Pusaka dan Budaya Ponorogo “Aji Wengker” mengadakan ritual Jamasan Pusaka Tumpak Landep, Sabtu (3/6/2023). Dipusatkan di Sanggar Tari Kartika Putri, Joglo Paju, Kelurahan Paju, Kabupaten Ponorogo, sebanyak 58 keris, 2 tombak dan 1 kujang dijamas menggunakan air dari 7 sumber mata air dan 7 jenis bunga.

Usai dijamas,  pusaka dikembalikan ke tempat penyimpanan. Sedangkan air jamasan diarak menuju Sungai Paju yang terletak sekitar 1 km dari Joglo Paju. Menariknya arak-arakan air jamasan itu diiringi penampilan reog tua, pembarong legenda Mbah Wondo dan Wandi serta jathil lanang. Sampai di Sungai Paju, kemudian air jamasan dilarung.

“Air bekas jamasan kita  larung ke sungai supaya netral diharapkan air sungai ini mengalir ke laut dan  semuanya di situ berkumpul,” jelas Titis Marsito selaku Ketua Aji Wengker.

Titis menyebut ritual Jamasan Pusaka Tumpak Landep sudah ada sejak sebelum Mataram Islam. Paguyuban Aji Wengker mencoba menggali dan menghidupkan kembali tradisi leluhur ini. “Kita berusaha menggali dan menghidupkan kembali. Sehingga ada warna warni budaya, yang hilang kita kembalikan, yang sudah ada bisa tetap berjalan dan semua bisa beriringan sesuai dengan kepercayaan masing-masing,” ujarnya.

Paguyuban Aji Wengker, terang Titis, sebelum jamasan ini, menggelar beberapa acara. Pertama ziarah pesarean leluhur, kemudian kenduri dan mocopatan yang membahas filosofi dan seluk-beluk keris, Jum’at (2/6/2023). Tak hanya pelestari budaya Ponorogo, terang Titis, budayawan luar daerah seperti Jakarta, Surabaya, Cirebon, Solo, dan Trenggalek pun turut hadir memeriahkan acara tersebut.

“Tadi malam ada slametan dilanjut ritual mocopatan yang intinya membahas tentang proses lahir keris, makna filosofisnya, semua dikupas di mocopatan. Antusiasnya luar biasa, ada dari Jakarta, Cirebon, Solo, Magetan, Surabaya, Madiun, Trenggalek hadir,” ujarnya.

Sementara itu, Kang Bupati Sugiri yang hadir dan menutup rangkaian Jamasan Tumpak Landed, mendukung penuh diselenggarakannya acara tersebut. Selain melestarikan budaya leluhur, juga dijadikan media refleksi masyarakat untuk berfikir dan berinovasi untuk membangun peradaban lebih baik.

“Kalau diterjemakan ke dalam perspektif kekinian maka dari jamasan tumpak landep kita disuruh berfikir, otak kita asah, hati kita asah, lalu kita berinovasi karena setiap perkembangan zaman membutuhkan kehadiran inovasi,” ujarnya.

Ia pun berharap, Jamasan Tumpak Landep bisa menjadi kegiatan rutin setiap tahunnya. Melengkapi ritual-ritual budaya yang sudah ada di Ponorogo. Serta semakin meneguhkan Ponorogo sebagai kota budaya.

“Pasti semua ada maknanya dan dihitung secara matang dan ilmiah. Sehingga keren jika ini menjadi event rutin yang tiap tahun menjelang grebeg suro tumpak landep disiapkan. Mudah mudahan ke depan menjadi budaya yang agung, dan kita kembangkan,” pungkasnya.(adv/nov)