Ponorogo,Kabarnow.com-, Pemerintah pusat bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI pada Selasa, 3 Oktober 2023 resmi mengesahkan Undang-Undang No 20 tahun 2023 Tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang mana sekaligus mencabut Undang-undang yang lama yaitu Undang-undang Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).
Melansir dari laman BPK bahwa pokok-pokok pengaturan yang terdapat di dalam Undang-Undang ini adalah:
1) penguatan pengawasan Sistem Merit;
2) penetapan kebutuhan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian kerja (PPPK);
3) kesejahteraan PNS dan PPPK;
4) penataan tenaga honorer; dan
5) digitalisasi Manajemen ASN termasuk didalamnya transformasi komponen Manajemen ASN.
Dalam UU No. 20/2023 ini penyebutan istilah Pegawai ASN terdiri atas PNS dan PPPK artinya sudah tidak ada perbedaan atau pemisahan lagi antara PNS dan PPPK termasuk penghasilannya bahkan PPPK berhak menerima pensiun sebagaimana PNS.
Sebenarnya tidak nampak perbedaan substansial UU ASN yang baru ini dibandingkan dengan UU ASN yang lama. Keduanya sama-sama mengatur tentang profesionalisme ASN dan peningkatan kualitas pelayanan publik, pengawasan dan akuntabilitas ASN.
Tentang profesionalitas ASN, UU ASN No. 20/2023 ini mengatur tentang independensi, netralitas, kompetensi, kinerja, integritas dan kesejahteraan. Sedangkan tentang peningkatan kualitas pelayanan public, pengawasan dan akuntabilitas belum terdapat rincian yang jelas. Bahkan UU 20/2023 ini menghapus keberadaan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) yang dalam UU ASN lama KASN sebagai lembaga independent yang bertugas sebagai penjaga gawang system merit dan pengawasan ASN kemudian dalam UU ASN 2023 ini tugas fungsi KASN ini diberikan kepada KemenPANRB.
UU ASN Baru ini tidak mengubah mekanisme rekruitmen pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) baik di pemerintah pusat maupun di pemerintah daerah. Dengan mekanisme rekruitmen pengisian jabatan ini membuktikan bahwa pengisian jabatan menjadi lebih terbuka. Meskipun harus diakui bahwa penentu akhir dari personil yang menjabat posisi JPT tersebut masih dipegang oleh Menteri/Gubernur/Bupati/Walikota sebagai Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) namun setidaknya para calon yang diajukan kepada para PPK sudah memenuhi persyaratan kompetensi sesuai dengan ketentuan.
Karena tidak ada perbedaan yang signifikan antara UU ASN lama dengan yang baru lalu bagaimanakan dampak UU ASN No. 20/2023 ini terhadap reformasi birokrasi yang ada di pemerintah daerah khususnya Ponorogo khususnya dalam konteks proses lelang jabatan?
Baru-baru ini Bupati Ponorogo melantik 4 orang Pejabat JPT Pratama (eselon II) yang memang sebelumnya sudah dilakukan mekanisme rektuitmen sesuai proses dan prosedur yang berlaku. Namun yang menjadi masalah adalah apakah proses lelang jabatan terbuka tersebut telah diikuti oleh upaya sistematis untuk membuat peta kompetensi mengenai calon pejabat yang bisa menduduki jabatan setingkat Eselon II? Artinya, dengan harapan jangan sampai proses seleksi JPT ini hanya menghasilkan para job seekers yaitu para pegawai yang orientasinya adalah asal naik jabatan menjadi eselon II dengan target mendapat tambahan penghasilan jabatan yang cukup tinggi sehingga kurang berkonsentrasi pada jenis jabatan dan pekerjaan yang sedang dijalaninya.
BPKSDM Ponorogo hendaknya lebih serius dalam membuat basis data kompetensi pegawai (talent pool) khususnya diantara pejabat JPT Pratama.
UU ASN No. 20/2023: Reformasi Birokrasi atau Tambahan Penghasilan ASN..?
Terdapat salah kaprah pemahaman dalam istilah reformasi birokrasi dalam mindset ASN, reformasi birokrasi berarti tambahan penghasilan. Hal ini wajar karena sejak UU ASN lama yang menjadi konsentrasi pemerintah adalah rumusan pemberian remunerasi (pada ASN Pusat) dan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) (pada ASN Pemda) pun hanya dalam UU ASN baru ini. Bahkan dalam UU ASN baru ini Pasal 21 ayat (1) UU ASN juga diatur terkait dengan penghargaan dan pengakuan pegawai ASN, baik PNS maupun PPPK yang terdiri dari beberapa komponen, meliputi: Penghasilan, dapat berupa gaji atau upah. Penghargaan yang bersifat motivasi, baik berupa finansial atau nonfinansial.
Tunjangan dan fasilitas, seperti tunjangan dan fasilitas jabatan atau tunjangan dan fasilitas individu. Jaminan sosial, terdiri dari jaminan kesehatan, kecelakaan kerja, kematian, pensiun, dan hari tua. Lingkungan kerja, baik fisik maupun nonfisik. Pengembangan diri, dapat berupa pengembangan talenta dan karier, serta pengembangan kompetensi. Bantuan hukum, termasuk litigasi dan/atau nonlitigasi.
(https://www.kompas.com/5-poin-penting-dalam-uu-asn-2023-yang-resmi-disahkan).
Ketentuan di dalam UU ASN baru tersebut mengamanatkan aturan turunannya untuk menyusun ulang konsep kesejahteraan ASN. Sudah barang tentu bahwa sebagian besar ASN menyambut UU ASN baru ini sebagai gagasan tambahan penghasilan.
Ada beberapa hal mendasar yang wajib menjadi perhatian khususnya BKPSDM Pemkab Ponorogo dalam menyambut UU ASN baru ini yaitu pemberian TPP atau tunjangan lainnya harus didahului dengan analisis objektif mengenai kinerja yang diharapkan dari sebuah jabatan dalam OPD agar peningkatan penghasilan tersebut sejalan dengan peningkatan kinerja secara signifikan.
Berikutnya adalah skala TPP atau tunjangan lainnya harus disertai dengan pertimbangan objektif tentang beban kerja dan kompleksitas pekerjaan yang dihadapi oelh pejabat pemangkunya. Karena jika pemberian TPP dan tunjangan lainnya tanpa disertai dengan pertimbangan yang objektif tentu akan menimbulkan kecemburuan diantara para pejabat sendiri yang dalam banyak hal mengakibatkan munculnya friksi antar OPD.
Selaras dengan mulai berlakunya UU ASN baru maka sudah selayaknya Pemkab Ponorogo menyambut UU ASN baru tersebut dengan melakukan evaluasi road map reformasi birokrasi sebagai modal awal penyusunan road map reformasi birokrasi yang baru apalagi road map reformasi birokrasi Ponorogo sesuai dengan Peraturan Bupati (PERBUP) Ponorogo Nomor 95 Tahun 2020 tentang Roadmap Reformasi Birokrasi Pemerintah Kabupaten Ponorogo 2020-2024 akan berakhir di tahun depan.
Road map reformasi birokrasi Ponorogo kedepan sebaiknya adalah lebih pada upaya perbaikan target reformasi birokrasi yang lebih realistis dan terukur, perubahan pola tata kerja ASN, efisiensi belanja pegawai, peningkatan kualitas pelayanan publik dan peningkatan daya saing daerah.
Penulis adalah Direktur Forum Ngeritisi Kebijakan Publik Indonesia (Forum Ngekepi).