Mereka mengaku sebagai korban dari kegagalan keberangkatan yang dijanjikan oleh AM yang juga Pimpinan Majelis Sholawat Noor Makkah warga Mlilir, HU owner PO bus Abizard dan JS owner toko gorden (keduanya warga desa Pondok, Babadan) mereka bertiga yang diduga mengaku sebagai inisiator juga panitia dari pemberangkatan Haji Dhakili.
Dalam surat somasi yang diterima redaksi, para jemaah menyebut bahwa pihak-pihak tersebut terlibat aktif dalam perekrutan, pengelolaan, dan koordinasi jemaah baik secara administratif maupun di lapangan, dengan motivasi keuntungan finansial. Mereka juga menegaskan bahwa ada janji keberangkatan dan pengembalian dana 100% jika terjadi kegagalan.
Namun, fakta di lapangan berkata lain. Para jemaah tidak diberangkatkan ke Tanah Suci dan baru menerima informasi pembatalan dua hari sebelum wukuf di Arafah, yakni pada 5 Juni 2025 (8 Dzulhijjah 1446 H). Tidak ada penjelasan resmi maupun penyelesaian profesional dari pihak panitia.
Alasan yang disampaikan kepada jemaah adalah gangguan administratif, pengetatan visa mujamalah, dan kebijakan baru dari Arab Saudi. Padahal, informasi tersebut telah muncul di media nasional sejak sepekan sebelumnya, namun tidak pernah dikomunikasikan secara terbuka kepada jemaah.
Salah satu jemaah, Riza Arif Achmadi, menyebut telah mentransfer dana sebesar Rp 260 juta bersama istrinya, Asri Adha Sukmaning Tyas, ke dua rekening atas nama Moh. Habib Ubaidillah dan H. Ashadi. Hingga kini, belum ada kejelasan mengenai pengembalian dana, bahkan komunikasi dari pihak panitia dinilai buruk dan terkesan saling melempar tanggung jawab.
Dalam somasi tersebut, para jemaah memberikan tenggat waktu lima hari kepada pihak terkait untuk menyelesaikan masalah secara damai.
Jika tidak ada itikad baik, mereka akan menempuh jalur hukum pidana atas dugaan penipuan (Pasal 378 KUHP), penggelapan (Pasal 372 KUHP), pelanggaran UU Perlindungan Konsumen, dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Selain itu, mereka juga berencana melakukan eksposur publik melalui media sosial, surat pembaca, dan grup komunikasi Pondok Noor Makkah Kwangsan, serta meminta mediasi dari pemerintah daerah. Tuntutan secara syariat Islam juga akan diajukan, termasuk ganti rugi moral dan spiritual serta sanksi sosial keagamaan.
Para jemaah menuntut dua opsi penyelesaian: pengembalian dana penuh atau bukti ketidakmampuan finansial secara transparan dan akuntabel, termasuk mutasi rekening koran dari seluruh pihak penerima dana.
Sementara itu, Dwi Yunanto Matabean bersama rekannya Wakidi juga selaku mediator maupun pendamping dari 8 orang yang korban penipuan pemberangkatan haji tersebut menyebutkan bahwa dilakukan oleh 3 orang dimana perannya mengaku sebagai inisiator juga panitia pemberangkatan Haji Dhakili 2025.
"Total ada 8 orang yang menjadi korban itu mencapai 985 juta.Satu orang korban menyetor Rp150 juta, ada juga yang Rp300 juta," terangnya saat ditemui wartawan pada (24/92025).
Ditambahkan Dwi Yunianto bahwa ke 3 orang yang menjadi inisiator dan panitia pemberangkatan haji tersebut seakan enggan untuk menyelesaikan persoalan atas kasus ini, bahkan saling lempar tanggung jawab.
"Padahal dari awal mereka mampu dan bersedia untuk pengembalian uang.Tapi hingga saat ini tidak ada itikad baik terhadap kami dan para korban yang lain," jelasnya.(Nov)